Switch [Light 3]

Starring:
– Super Junior Eunhyuk as Lee Hyuk Jae
– Super Junior Kyuhyun as Cho Kyu Hyun
– Ulzzang Park So Ra as Choi Hyun Sun
– Ulzzang Jo So Yeon as Choi Yoon Sun

PS: Annyeong! Hi! Hi! Siapa yang sudah menanti Switch part 3 ini? Pasti gak ada. Aqaqa
Okay! Aku sengaja post ini sekarang, karena untuk part-part selanjutnya aku takut gak bisa post sesegera mungkin. Nah, FF ini juga aku post di blog pribadiku. Buat yang mau baca FF-ku yang lain, boleh banget ke sini. Terus buat yang mau teror (?) aku atau ada yang mau kenal lebih dekat, boleh banget ngobrol bareng aku via twitter @cacamoi.

LIGHT 1 | LIGHT 2

***

Cerita sebelumnya…
Ini benar-benar ekstrem. Yang Hyun Sun tidak habis pikir adalah kenapa pria bernama Cho Kyu Hyun itu bisa berkata demikian padahal sudah jelas dia memiliki hubungan khusus dengan adik Hyun Sun. Apakah setelah menikah nanti pria itu akan menelantarkan adiknya? Atau justru menjadikan Hyun Sun tameng agar bisa berselingkuh dengan Yoon Sun? Tidak. Bahkan hubungan antara pria itu dan Yoon Sun tidak bisa dikatakan sebagai perselingkuhan. Sekarang Hyun Sun harus bagaimana? Satu-satunya orang yang dia rasa bisa membantunya adalah Hyuk Jae, tapi pria itu sedang sakit sekarang. Demamnya sudah turun, tapi karena pola makannya tidak teratur akhirnya dia dirujuk ke rumah sakit dan menjalani rawat inap di sana. Belum lagi sikapnya terus berubah setelah Hyun Sun memberitahunya bahwa gadis itu akan segera melangsungkan pernikahan dengan Kyu Hyun.

“Tuhan, aku harus bagaimana?”

***

Choi Hyun Sun masih asyik dengan kegiatannya meremas-remas ujung dress yang sedang dia gunakan saat ini. Dress biru langit selututnya itu kini tampak menyedihkan, sudah kusut dan pantas masuk pencucian. Dadanya naik turun berkali-kali karena gadis itu menarik nafasnya gusar, untung saja paru-parunya tidak protes. Jadi, dia masih bisa bernafas dengan benar sampai saat ini.

Gadis itu masih memandangi ponselnya, berharap ada pesan masuk. Beberapa saat yang lalu dia sudah mengirim pesan pada Hyuk Jae yang isinya menyebutkan bahwa gadis berambut cokelat itu ingin menemuinya. Bosan karena balasan pesan dari Hyuk Jae tak kunjung datang, dia memutuskan untuk memaksa datang menemui pria itu. Dia menyudahi keterpurukannya lalu mengambil cardigan dan tas tangannya untuk pergi. Tak peduli dengan penampilannya yang kacau saat itu.

Beberapa menit berlalu, Hyun Sun sampai di depan pintu kamar rawat Hyuk Jae. Seharusnya dia membawa buah atau apa saja supaya dia datang tidak dengan tangan kosong, tapi sejak tadi pikiran itu tidak terlintas di otaknya. Tidak ada perasaan cemas sama sekali, meskipun kenyataannya beberapa hari belakangan ini hubungannya dengan sunbae-nya yang tersohor itu tidak begitu baik. Tanpa mengetuk pintu, Hyun Sun masuk ke dalam ruangan tempat Hyuk Jae dirawat.

“Oh?” Hyun Sun melongo begitu melihat ada orang lain di dalam ruangan itu. Seorang wanita paruh baya dengan pakaian eksekutif dan berkacamata. Satu kesimpulan, pasti ibu Hyuk Jae. Sepertinya dia baru saja selesai menyuapi pria yang terbaring di atas ranjang pasien itu. “Annyeong haseyo!” sapa Hyun Sun canggung. Kemudian dia menatap Hyuk Jae yang terbaring, meminta penjelasan.

“Oh! Hyun Sun-ah, kemarilah!” ajak Hyuk Jae sambil mengayunkan tangan kanannya, memberi isyarat pada gadis yang sedang berdiri di pintu untuk mendekatinya.

Eomma, kenalkan! Ini temanku, Hyun Sun,” kata Hyuk Jae lagi, kali ini pada ibunya. Kemudian dia kembali berkata pada gadis yang berdiri di sisi kiri ranjangnya, “Hyun Sun-ah, ini ibuku.”

“Ah! Rupanya ini gadis yang sering kau ceritakan pada eomma? Cantik sekali,” komentar ibu Hyuk Jae.

Ne? A… Ah! Terimakasih, ahjumma.” Hyun Sun menanggapi dengan perasaan gugup yang masih menyelubunginya. Sementara itu, Hyuk Jae terlihat mengaduh sebagai tanda protes. Sekali lagi, berkat ibunya satu rahasianya terbongkar.

“Kebetulan sekali kau ke sini. Apakah kau bisa jaga Hyuk Jae selagi aku mengurus administrasi?” tanya ibu Hyuk Jae.

Hyun Sun hanya melongo.

“Baiklah! Aku keluar sebentar.” Tanpa meminta persetujuan Hyun Sun, wanita paruh baya itu pergi bersama tasnya.

Sepeninggal ibu Hyuk Jae dengan suara debuman kecil di pintu masuk, keheningan mulai merajai. Baik Hyun Sun maupun Hyuk Jae tak ada yang membuka suara. Hyuk Jae malah asyik memainkan ponselnya. Suara jarinya yang menari-nari di permukaan layar ponsel tidak terdengar, mungkin hanya sesekali bergetar. Bahkan bunyi jarum jam yang bergerak terdengar lebih nyaring. Hyun Sun mencoba mengalihkan perhatiannya pada benda lain di ruangan itu, tapi tetesan cairan di selang infus rupanya lama-lama membosankan. Karena tak tahan didiamkan, akhirnya Hyun Sun berinisiatif untuk berbicara lebih dulu.

“Sejak kapan ibumu di sini?”

“Tadi pagi,” jawab Hyuk Jae masih belum mau mengalihkan perhatiannya dari ponsel.

“Oh!”

Keheningan itu kembali lagi. Kali ini deru pendingin ruangan yang terdengar, tapi bunyi itu sama sekali tidak mengganggu aktifitas Hyuk Jae. Untung ada seseorang dengan seragam berwarna putih masuk ke dalam ruangan itu memberi salam. Sedikit canggung Hyun Sun menjawab salam orang itu. Sementara Hyuk Jae melayangkan sebuah senyum. Orang itu, yang ternyata seorang perawat, mendekati tiang infus dan mengatur klemnya untuk mengurangi frekuensi tetesan cairan yang masuk ke tubuh Hyuk Jae. “Laju infusya sudah diperlambat, satu jam lagi aku akan kembali untuk melepas infus ini.” Lagi-lagi perawat itu tersenyum dan Hyuk Jae mengucapkan terimakasihnya. Setelah berpamitan, perawat itu berlalu.

Sebenarnya Hyuk Jae sudah gatal ingin mengatakan, “ada perlu apa datang menemuiku?”, tapi niatnya itu ia urungkan. Entah karena apa, hanya saja egonya menuntutnya seperti itu.

Oppa, apa hari ini kau sudah dibolehkan pulang?” tanya Hyun Sun akhirnya, tidak tahan dengan suasana hening yang tidak mau enyah sejak tadi.

“Iya.”

“Syukurlah.” Kemudian gadis itu diam lagi.

Ibu Hyuk Jae masih belum kembali juga, mungkin pengurusan adminitrasi untuk keluar dari rumah sakit sedikit memakan waktu. Tapi, karena hal ini Hyuk Jae dan Hyun Sun jadi kebingungan untuk membunuh waktu.

“Ada yang ingin kau katakan?” tanya Hyuk Jae akhirnya, dia gemas sendiri melihat temannya itu diam saja.

“Ah! Itu… Iya. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan pada oppa karena aku tidak tahu harus mengatakannya pada siapa.”

“Katakan saja!” Kemudian Hyuk Jae mengubah posisi berbaringnya menjadi posisi duduk, tentu saja dibantu Hyun Sun, dan meletakkan ponselnya di nakas samping ranjangnya.

Hyun Sun kembali duduk di tempatnya dan menarik nafasnya gusar, untung saja kali ini dia tidak ikut meremas-remas ujung dress-nya. Jika dia melakukannya, bukan tidak mungkin pahanya akan terlihat oleh Hyuk Jae. Dan selanjutnya… entah apa yang akan terjadi antara Hyun Sun dengan laki-laki yang mudah sekali digoda imannya itu.

“Katakan saja! Tidak apa-apa,” kali ini perkataan Hyuk Jae sedikit melunak membuat Hyun Sun menarik nafasnya dalam dan lebih tenang dari sebelumnya.

“Begini, oppa. Minggu depan keluarga Kyu Hyun mengajakku pergi ke Seoul menemui keluarga besar Kyu Hyun…,” ucap Hyun Sun menggantung. Dia masih belum mau melihat ke arah Hyuk Jae meski laki-laki itu tidak berhenti menatapnya sejak tadi.

“Lalu? Bukankah itu berita bagus? Kenapa kau cemas begini? Kau tegang, ya?” canda Hyuk Jae. Intinya dia ingin menenangkan perasaan teman perempuannya itu.

Kali ini Hyun Sun menatap Hyuk Jae, dia menatap laki-laki yang sedang tertawa itu dengan tajam. “Ayolah, oppa! Kau tahu, kan, bagaimana hubunganku dengan Kyu Hyun? Hubungan Kyu Hyun dengan Yoon Sun? Seharusnya aku mengakhiri pertunanganku sejak lama,” sesalnya kemudian kembali menunduk.

Hyuk Jae sedikit berpikir, benar juga apa yang dikatakan Hyun Sun. Lagipula, dia juga tidak bisa membohongi perasaannya yang tidak rela itu. Hyuk Jae terlanjur menyayangi Hyun Sun, sebagai adiknya mungkin, mengingat laki-laki itu tidak punya adik sama sekali. Selain itu ada perasaan tidak suka jika Hyun Sun dekat-dekat dengan Kyu Hyun. “Lalu apa yang akan kau lakukan?”

“Kalau aku tahu, aku tidak akan datang menemuimu, oppa,” Hyun Sun mulai merengek. “Bodoh!”

“Seharusnya aku memergoki mereka saja waktu itu dan tidak mendengarkan perkataanmu yang busuk.” Tangis Hyun Sun mulai pecah.

“Yak! Yak! Kau menyalahkanku? Yang aku katakan juga tidak ada salahnya. Kalau kau melakukan itu, hubungan kerjasama ayahmu dan ayah Kyu Hyun bisa berantakan, eo?” geram Hyuk Jae. Emosinya tak bisa ia kontrol lagi.

Tangis Hyun Sun semakin keras dan Hyuk Jae sama sekali tidak peduli. Masa bodoh jika nanti ada orang yang datang ke kamarnya lalu menegur, biarkan saja. Toh, gadis ini juga menangis karena kemauannya, bukan salahnya.

Aigoo! Apa yang kau lakukan, Hyuk Jae-ya? Kenapa temanmu menangis?” Tiba-tiba ibu Hyuk Jae datang dengan terburu-buru. Hyun Sun berusaha menahan tangisnya dan Hyuk Jae merasa salah tingkah. Oh! Ayolah! Belum saatnya ibunya datang, begitu pikir Hyuk Jae.

Aigoo! Sudah, jangan menangis lagi! Sudah! Sudah!” Begitu ujar ibu Hyuk Jae sambil meraih Hyun Sun ke dalam pelukannya. Gadis itu sesenggukan di bahu ibu Hyuk Jae.

“Hyuk Jae-ya, eomma sudah pernah bilang, jangan membuat seorang gadis menangis! Apalagi jika gadis itu adalah kekasihmu. Aish! Kau ini tidak berperasaan sama sekali. Bagaimana bisa kau membuat kekasihmu menangis seperti ini?” Ibu Hyuk Jae lagi-lagi berkata menasehati anaknya, lebih tepatnya menegur anak bungsunya itu. “Sudah! Jangan menangis lagi!” katanya lagi, lebih lembut kali ini, sambil mengusap punggung gadis yang sedang menangis di pelukannya.

Hyuk Jae diam. Dia melongo mendengar kesimpulan ibunya yang sempit itu. Apakah semua teman gadis yang datang menemuinya harus dipredikati sebagai kekasihnya? Apakah semua gadis yang dia ceritakan pada ibunya harus kekasihnya? Dia masih memerhatikan ibunya yang berusaha menghentikan tangis Hyun Sun. Bukannya merasa bersalah, dia malah semakin geram. “Aish!”

***

Hyun Sun masih dalam perjalanannya menuju Seoul bersama Kyu Hyun di dalam sebuah kereta eksekutif. Seorang pesuruh akan menjemput setibanya mereka di statsiun. Tidak ada percakapan di antara keduanya meski mereka sama-sama terjaga, Kyu Hyun sedang membaca buku dan Hyun Sun hanya bisa memandangi pemandangan di luar kereta melalui kaca. Sebenarnya Kyu Hyun itu laki-laki yang perhatian, mungkin karena dia seorang dokter, tapi kali ini dia memilih untuk tidak banyak bicara. Ada sesuatu yang menghantuinya sejak tadi malam, sebelum berangkat ke Seoul. Sambil membenarkan letak kacamata bacanya, dia kembali mengingat hal yang terjadi tadi malam.

“Sepertinya hubunganmu dengan eonni baik-baik saja, oppa.” Kyu Hyun masih ingat betul bagaimana gadis itu menyuarakan kalimat kekecewaannya. Terdengar sangat putus asa. Meski melalui sambungan telpon, Kyu Hyun tahu gadis itu sedang dilanda kefrustasiannya.

“Aku akan segera mengakhiri ini, Yoon Sun-ah. Aku berjanji.” Tidak ada yang bisa dia lakukan saat itu kecuali menenangkan perasaan gadisnya. Mencoba membuat sebuah janji baru walaupun janji-janji yang dulu belum ada yang ditepati. Pria itu juga masih dipusingkan oleh rencana yang telah disusunnya. Mengajak Hyun Sun ke kediaman neneknya untuk memberi tahu pada semua orang bahwa bukan gadis itu yang akan dinikahinya, bukan gadis itu yang dicintainya, bukan gadis itu yang akan menjadi ibu dari anak-anaknya. Lalu membuat hubungan keluarga Cho dan Choi menjadi berantakan, membawa kabur putri bungsu Choi Dong Seop untuk dinikahi, hilang dari jarak pantau keluarganya, hidup bahagia bersama gadis pilihannya dan menghabiskan sisa waktu hidup yang dia punya dengan menjadi ayah atau bahkan kakek.

Berbeda dengan Kyu Hyun, seorang gadis yang sejak tadi duduk terdiam di samping kanan pria itu tidak bisa memikirkan apa-apa. Dia sengaja mengosongkan pikirannya, mencoba menerima semua hal yang akan terjadi padanya bagai air mengalir dengan tenang di sungai. Gadis itu sudah menyerahkan sepenuh hidupnya pada Kyu Hyun karena apa pun yang dia lakukan tidak akan membawa dampak apa-apa. Lagipula sudah sangat terlambat untuk menyudahi hubungan yang pura-pura ini. Ya, dia sudah putus asa. Dia hanya harus menunggu apa yang akan dilakukan pria itu padanya. Bahkan jika pria itu memutuskan untuk menelantarkannya dan kabur bersama adik kandung satu-satunya itu.

***

Sepasang kekasih yang hampir menjadi suami-istri ini sudah sampai di kediaman nenek Kyu Hyun. Seorang pesuruh menjemput mereka tepat waktu. Masih ada sisa waktu untuk melepas lelah sambil menunggu jamuan makan malam, tapi Hyun Sun masih harus beramah-tamah dengan seluruh keluarga besar calon suaminya.

Sejak sampai di rumah besar bergaya Eropa itu, Hyun Sun tak henti-hentinya menyunggingkan senyum dan salam hormat. Bukankah memang seperti itu dia diajarkan bertatakrama? Hampir semua orang memuji kecantikannya dan mengagumi tingkah polanya, membuatnya sedikit bangga. Ibu Kyu Hyun, yang notabene adalah calon ibu mertuanya itu, telah merangkulnya seakan-akan Hyun Sun adalah benda pecah belah yang harus dijaga supaya tidak retak dan hancur. Tidak menutup kemungkinan juga ibu mertuanya itu ingin memamerkan calon menantunya pada keluarga besar Cho.

“Kau pasti masih lelah, kan? Eomma akan mengantarmu ke kamar,” ucap nyonya Cho, ibu Kyu Hyun, masih belum mau melepaskan rangkulannya.

“Ehem!” Kegaduhan yang sempat tercipta paska penyambutan kedatangan cucu laki-laki keluarga Cho yang akan segera mengakhiri masa lajangnya itu tergantikan menjadi sebuah kebisuan berkat sebuah deheman dari seorang wanita yang dituakan di keluarga itu. “Gadis manis, ikut aku!” kata wanita itu mengomandoi.

Hyun Sun, gadis yang dimaksud wanita tua tadi, sedikit kebingungan. Ada rasa gugup juga sebenarnya, tapi ibu mertuanya mencoba menenangkannya dengan menepuk pundaknya pelan. Gadis itu pun mengikuti ke mana langkah wanita tua tadi setelah meminta izin pada ibu Kyu Hyun.

Beberapa saat berjalan, akhirnya keduanya sampai di sebuah ruangan bergaya Korea kuno. Suasana etnis yang kental di sana-sini membuat Hyun Sun yakin bahwa ruangan ini adalah ruangan pribadi nenek Kyu Hyun. Ketika gadis itu sedang asyik melihat-lihat ornamen di dinding ruangan itu, wanita tua tadi menyuruhnya untuk duduk.

“Sudah berapa lama kau dan Kyu Hyun berhubungan?” tanya wanita tua itu sambil menuangkan teh ke dalam cangkir.

Hyun Sun sedikit bingung, bahkan kedekatannya dengan Kyu Hyun saat ini tidak bisa dikatakan sebagai satu hubungan. Dia merasa sedikit terintimidasi dengan tatapan nenek Kyu Hyun. Kalau nenek itu sedang memegang sebuah tongkat rotan, lengkaplah sudah perasaan takutnya. Gadis itu mencoba membasahi tenggorokannya yang mengering. Setelah memikirkan dengan baik perihal pertanyaan yang diajukan nenek Kyu Hyun itu, Hyu Sun memilih untuk berkata jujur. “Kami saling mengenal dua bulan yang lalu dan bertunangan dua minggu setelahnya. Belum terlalu lama.”

Wanita tua yang sudah selesai menuangkan teh di cangkir Hyun Sun itu sedikit mengernyitkan dahinya. Dia tidak mengerti dengan jalan pikiran gadis muda itu. Kenapa dia tidak berusaha mengarang cerita yang menunjukkan kalau hubungannya dengan cucu laki-lakinya itu baik-baik saja. Wanita tua itu menurunkan kacamatanya. “Kalian dijodohkan?” tanyanya menarik kesimpulan.

“Begitulah,” jawab Helena mendesah berat. Wanita tua itu kembali mengernyitkan dahinya.  “Ah! Maaf. Maksudku, iya.” Hyun Sun mencoba mengklarifikasi jawabannya dengan sedikit terbata-bata.

“Aku sudah menduganya. Kenapa anak itu tetap bersikeras menjodohkan cucuku?” gumam wanita tua itu lagi.

Ne?” Hyun Sun mencoba memastikan sesuatu bahwa dia baru saja mendengar wanita tua di hadapannya itu mengatakan sebaris kalimat.

Wanita tua itu hanya mendelik tajam membuat Hyun Sun kesusahan menelan ludahnya. “Apa anda mengucapkan sesuatu, halmeoni?” tanya gadis itu hati-hati.

“Kalian saling mencintai?” Bukannya menjawab pertanyaan yang diajukan Hyun Sun padanya, wanita tua itu malah balik bertanya. Sialnya, pertanyaan itu justru membuat Hyun Sun tidak tahu harus menjawab apa.

Melihat gadis di hadapannya terlihat cemas, wanita tua itu kembali berkata, “katakanlah dengan jujur! Aku tidak akan marah.” Kali ini nada bicara wanita tua itu sedikit melunak, bahkan terdengar seperti sebuah nina bobo. Wanita tua itu memberikan tatapan teduhnya pada Hyun Sun, tapi gadis itu hanya menggigit bibir bawahnya.

“Aku harus mengatakan apa, halmeoni? Keluarga ini menerimaku dengan sangat baik, aku tidak ingin membuat keluarga ini kecewa.” Saat mengatakan itu, Hyun Sun tidak berani menatap mata wanita tua yang ada di hadapannya. Dia lebih memilih untuk memandangi jari-jari yang dimainkan di atas pangkuannya.

Wanita tua itu menarik nafasnya dalam dan tersenyum, dia merasa cukup senang dengan kesan pertama yang diberikan calon cucunya itu. Setidaknya, dia tidak perlu khawatir jika perjodohan ini tetap berlanjut karena Kyu Hyun sudah berada pada tangan yang tepat. “Aku tahu ini sangat sulit untukmu. Aku mohon bersabarlah! Ayah mertuamu adalah orang dengan ambisi yang besar. Maaf karena kau harus terlibat.”

Hyun Sun mulai berani menatap wanita di hadapannya. Ternyata bayangannya tentang nenek Kyu Hyun yang galak tidak tepat. Justru sebaliknya. Hyun Sun merasa nyaman dengan kehadiran wanita tua itu, meski mereka baru berkenalan beberapa saat yang lalu. Bagi Hyun Sun, wanita tua inilah yang mengerti benar perasaannya saat ini.

“Aku harap kau hidup bahagia dengan takdirmu ini. Aku yakin suatu saat nanti Kyu Hyun pasti bisa mencintaimu dan kau akan terbiasa dengan kehadirannya.”

“Terima kasih, halmeoni.”

***

Hari ini adalah hari terakhir Kyu Hyun dan Hyun Sun di Seoul. Setelah sedikit dipaksa, akhirnya keduanya memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar di kota itu. Bahkan ibu Kyu Hyun dengan semangat meminta mereka datang ke salah satu butik milik perancang busana terkenal di Seoul untuk mencoba beberapa baju pengantin. Tapi, tentu hal itu ditolak mentah-mentah oleh Kyu Hyun. Mencoba baju pengantin sama dengan mendekam lebih lama di kota Seoul karena acaranya akan merembet kemana-mana. Hal itu tidak mungkin dilakukan apalagi besok pagi dia harus segera kembali ke tempat praktiknya dan Hyun Sun tentu harus kembali kuliah.

“Apa saja yang dibicarakan halmeoni padamu kemarin?” tanya Kyu Hyun saat mereka sedang menikmati kopi hangat di sebuah café pagi itu.

Hyun Sun yang hampir menyesap kopinya mematung seketika. Apa yang harus dikatakannya? Menjawab jujur lagi? “Halmeoni hanya bertanya soal hubungan kita.”

“Oh! Begitu.” Kyu Hyun mengangguk paham. Kemudian dia membiarkan Hyun Sun menikmati kopinya. Sesaat pria itu teringat dengan obrolannya bersama sang nenek tadi malam. Dia sudah mengatakan semuanya pada neneknya, tentang gadis yang dicintainya, tentang rencana pembatalan perjodohan ini, semuanya. Beruntung neneknya tidak terkena serangan jantung. Neneknya hanya sedikit membentaknya, lalu yang dia tahu neneknya itu mendiamkannya sejak tadi malam.

“Kau mau pergi berbelanja?” tanya Kyu Hyun setelah gadis di hadapannya menaruh kembali cangkirnya di atas meja. Pria itu masih punya hati. Sebelum menelantarkan anak gadis orang lain, dia harus memberikannya salam perpisahan yang baik bukan?

“Apa boleh?”

“Kita masih punya waktu empat jam lagi sebelum kembali ke rumah nenek dan pulang ke Daegu.”

“Bagaimana kalau bioskop?”

***

Akhir pekan ini terasa sangat menyenangkan bagi Hyun Sun. Selain bisa pergi ke Seoul secara cuma-cuma, dia juga akhirnya bisa kembali menekuni hobinya ketika masih di sekolah menengah dulu, pergi ke bioskop. Tak bisa dipungkiri, dia harus berterimakasih pada Kyu Hyun.

Saat ini, kedua orang yang tampak serasi menurut orang-orang itu sedang berjalan pulang menuju halte bis yang akan membawa mereka pulang ke kediaman nenek Kyu Hyun. Jarak dari bioskop ke halte itu cukup memakan waktu, belum lagi mereka harus menyebrang jalan.

Kyu Hyun dan Hyun Sun berjalan beriringan. Karena ini pertama kalinya bagi Hyun Sun berjalan-jalan di Seoul tanpa ditemani orang tuanya, Kyu Hyun berperan sebagai penjaganya. Pria itu tidak mau melepas gandengan tangannya, dia masih memikirkan akan jadi seperti apa jika putri pertama Choi Dong Seop itu hilang. Ya, meski awalnya dia berniat meninggalkan gadis itu di tengah keramaian pengunjung bioskop. Tapi, jiwa dokternya lebih mendominasi. Dia merasa menjadi orang yang bertanggung jawab atas Hyun Sun, apalagi gadis itu adalah kakak kandung dari orang yang sangat dicintainya, setidaknya dia harus seperti itu sebelum mereka kembali ke Daegu. Setidaknya sebelum Kyu Hyun pergi meninggalkan Hyun Sun dan mengakhiri perjodohan mereka.

Ketika mereka sampai di tempat penyebrangan jalan, Hyun Sun melepas pegangan Kyu Hyun dari tangannya. “Sebentar, oppa. Aku mau membetulkan tali sepatuku dulu.” Setelah mengatakan itu, Hyun Sun berjongkok di tepian trotoar dan Kyu Hyun masih di ujung tempat penyebrangan. Dia memerhatikan Hyun Sun yang sedang sibuk dengan tali sepatunya.

“Nah! Sudah.” Ketika Hyun Sun selesai dengan kegiatannya, dia kembali menengadahkan kepalanya. Ada senyum puas di wajahnya. Bukan segera menggenggam tangan Kyu Hyun lagi untuk menyebrang jalan, Hyun Sun malah diam di tempatnya. Matanya agak membulat, dia ketakutan melihat sebuah mobil mendekat dengan laju yang cukup kencang. Dengan satu gerakan cepat, Hyun Sun berteriak. “Oppa, awas!”

BUG!

Sebuah debuman keras terdengar di telinga Kyu Hyun, dia merasakan nyeri di bagian punggung dan siku tangannya. Kejadian itu terlalu cepat. Dia masih ingat ada yang mendorongnya sehingga dia terjatuh di trotoar. Masih dalam keadaan terbaring, Kyu Hyun menemukan sosok Hyun Sun yang juga ada di trotoar dengan posisi tertelungkup, cukup jauh darinya. Pria itu berusaha menepikan rasa sakitnya untuk memastikan keadaan Hyun Sun. Sedikit terseok, pria itu berusaha mendekati Hyun Sun. Mimik wajahnya mulai berubah ketika mulai banyak orang yang mengerubungi tubuh gadis yang tertelungkup di trotoar itu. “Hyun Sun-ah!”

Berhasil menyingkirkan beberapa orang yang menghalangi jalannya, Kyu Hyun akhirnya dapat menjangkau tubuh Hyun Sun yang masih tertelungkup. Ketika Kyu Hyun membalikkan tubuh gadis itu, betapa terkejutnya dia mendapati Hyun Sun tak sadarkan diri dan ada darah yang mengalir di dahinya. Hidungnya juga mengeluarkan darah. Ada luka lecet di bagian lengan dan lututnya. “Hyun Sun-ah! Hyun Sun-ah, ireona! Ireona!” katanya sambil menepuk-nepuk pipi Hyun Sun. “Yak! Cepat panggilkan ambulance!” Kali ini dia berteriak tak sabar pada orang-orang disekelilingnya, dia panik dan kalap.

***

Kyu Hyun masih belum mau meninggalkan Hyun Sun. Gadis itu sekarang sudah dipindahkan ke ruang rawat inap setelah mendapat penanganan di ICU. Luka yang dialami Hyun Sun cukup serius bila dibandingkan dengan luka Kyu Hyun. Gadis itu harus mendapatkan jahitan di dahinya dan menjalani operasi karena tulang hidungnya retak. Luka lecetnya sudah dibebat dengan perban. Kulitnya yang bergesekan dengan aspal jalanan yang terbakar matahari siang tadi membuat luka lecet itu agak parah.

“Hyun Sun-ah, bangunlah! Aku mohon,” kata Kyu Hyun dengan suara yang memelas sambil menggenggam tangan Hyun Sun yang bebas dari selang infus. Dia memegangi tangan gadis itu dengan hati-hati takut menambah rasa sakitnya. Melihat gadis itu terbaring lemah di atas ranjang dengan keadaan seperti ini membuatnya merasa bersalah dengan apa yang dilakukannya. Apakah setelah ini dia masih tega untuk meneruskan rencana yang disusunnya itu? Menelantarkan gadis di hadapannya ini. Dia merasa sangat iba. Bagaimana bisa gadis sebaik Hyun Sun menerima beban hidup yang ditimpakan padanya nanti.

Saat ini, yang menjaga Hyun Sun di rumah sakit hanya Kyu Hyun. Ayah dan ibu Kyu Hyun masih dalam perjalanan ke rumah sakit. Sementara keluarga Hyun Sun sampai saat ini belum diberitahu mengenai keadaan putri pertama mereka. Mungkin baru nanti malam mereka diberi tahu.

***

Gadis yang terbaring damai di atas ranjang pasien itu mulai membuka matanya perlahan-lahan. Begitu sadar dari tidurnya, dia merasakan nyeri di hampir seluruh bagian tubuhnya. Dia sadar saat ini sedang berada di rumah sakit karena tata ruang dari tempatnya berada sekarang, lagipula gadis itu masih ingat kejadian yang menimpanya sebelum pingsan tadi. Meskipun rasa sakit menjalar dari ujung kaki hingga ujung kepalanya, Hyun Sun masih bisa merasakan ada genggaman hangat di tangan kanannya. Gadis itu melihat orang yang sedang menggenggam tangannya tertunduk lesu, lagi-lagi dia ingat orang itu adalah Kyu Hyun. “Oppa,” katanya lirih.

Laki-laki yang dipanggil ‘oppa’ itu segera mengarahkan tatapannya pada Hyun Sun, memastikan bahwa gadis itu benar-benar telah sadar. “Hyun Sun-ah, kau sudah sadar? Ada yang sakit? Aku panggilkan dokter, ya.” Tapi, tangan yang lemah itu berhasil menahannya. Kemudian tangan satunya yang diinfus juga ikut bergerak mengelus punggung tangan Kyu Hyun. “Tidak usah.”

Hyun Sun melihat ada sebuah kekhawatiran yang diberikan oleh Kyu Hyun padanya. Entah karena Kyu Hyun merasa bersalah dengan kecelakaan yang menimpa Hyun Sun atau karena merasa kasihan atau karena alasan lainnya. Yang sangat jelas bagi Hyun Sun adalah perasaan nyaman yang dia rasakan akibat perlakuan Kyu Hyun saat ini. Membuat ada sedikit keyakinan menyentuh hatinya bahwa dia harus bertahan di sisi Kyu Hyun, seperti yang nenek Kyu Hyun bilang padanya.

“Kau mau minum?” tanya Kyu Hyun lagi. Masih terlihat jelas di wajahnya kecemasan yang sangat besar. Beruntung gelengan lemah dari Hyun Sun berhasil menyusutkan kecemasan itu, kemudian pria itu tersenyum manis. Manis sekali.

“Ponselku berdering,” kata Hyun Sun tiba-tiba setelah mendengar ada bunyi yang begitu dihapalnya. Lekas-lekas Kyu Hyun melepaskan genggaman tangannya. Meski berusaha menutupinya, kegugupan yang entah sejak kapan datang itu terlihat jelas di wajahnya.

Kyu Hyun mencari-cari ponsel Hyun Sun yang masih terus berdering di dalam tas. Setelah berhasil menemukan apa yang dia cari, ponsel itupun diambilnya. Sebelum diserahkan pada Hyun Sun, dia memastikan siapa yang menelpon. Tertera di layarnya yang berkedip nakal, “Hyuk Jae Oppa is calling”.

“Telpon untukmu,” gumam Kyu Hyun. Dia tidak mengerti apa yang terjadi padanya saat ini, tapi ada rasa tidak suka saat tahu ada orang lain yang dipanggil ‘oppa’ oleh Hyun Sun.

“Dari?”

“Hyuk Jae,” balasnya lemah.

to be continue…

6 thoughts on “Switch [Light 3]

  1. aku suka cerita nya. ^_^ aku baca dari part 1 sampe sekarang. maaf ya baru comment hehe aku juga jadi penasaran sama cerita selanjutnya apa nanti Kyuhyun Oppa sama Hyun Sun atau sama Yoon sun .. haha penasaran >.< di tunggu part selanjutnya ya hwaiting !!

  2. wah wah itu Hyun Sun udah ngerasa nyaman sama Kyu terus si Kyu juga merasa bersalah gitu kalo ninggalin Hyun Sun

    hubungan mereka bakal gimana nih? bakal nikah beneran ya? kalo iya gimana nasib Yoon Sun

    aah makin penasaran, ditunggu part selanjutnya..

  3. lanjut……masih penasaran sama perasaan masing masing seperti apa …
    belum paham sama judul switch disini dan hubungannya dengan konflik cerita….
    keep writing nice ff

Leave a reply to anna dierasyah Cancel reply