17

Photograph

Ini FF request dari Rizuka… Semoga tidak menangis saat baca ini ya.. Kekeke~

yang lain, kalo mau request FF bisa kok, komen aja di FF nya L~

tapi L~ specialis sad ending ya… L~ gak begitu bisa bikun happy ending…

Cekidot!!

 

Photograph

 

Hari yang cerah. Saat ini siswa SMU Neul Paran sedang beristirahat. Tak terkecuali aku, Kim Sunhae. Seorang siswi SMU tingkat dua yang hobby fotografi. Aku sedang membersihkan polaroid pink-ku ketika Yi En tiba-tiba datang mengagetkanku.

“Sunhae-ya! Kau sudah mendapatkan tempat yang cocok untuk pemotretan?” tanya Yi En. Dia menyeret sebuah kursi di sebelahku, kemudian duduk di sana.

“Belum.” Jawabku singkat, masih sibuk dengan kamera polaroid pink-ku.

“Ya! Kau bilang akan membantuku membuat kado yang indah untuk Jaejin oppa? Aish…”

“Mianhae, aku sedang banyak tugas.” Jawabku. Kuarahkan polaroid pink-ku itu ke arah Yi En, memotretnya. “Charanta…”

“Ya!” Yi En memukulku. “Ulang tahunnya sebentar lagi! Aku sudah mengandalkanmu beberapa minggu yang lalu dan kau menyanggupinya!”

Kukibas-kibaskan hasil jepretanku itu. “Arasseo, arasseo. Sepulang sekolah aku akan mencari lokasi.” Aku melihat hasil jepretan polaroidku tersebut, kemudian menempelkannya di sebuah album khusus yang kubuat untuk foto-foto hasil jepretan polaroid pink-ku tersayang ini.

“Jeongmal?” tanya Yi En bersemangat. “Gomawo, Sunhae-ya! Kau yang terbaik! Semoga kau bisa menjadi fotografer yang andal! Saranghae!” tiba-tiba Yi En memelukku.

“Saranghajima… Aku masih menyukai seorang namja!”

 

***

 

Karena aku sudah berjanji membantu Yi En membuat kado yang spesial untuk ulang tahun namjachingunya itu, pulang sekolah ini aku mengajaknya menuju sebuah taman di dekat pusat kota. Salah satu taman indah sekali untuk pemotretan, yang dimiliki kota kecilku ini. Segera ku ambil kamera SLR-ku, memotret beberapa angle yang menarik.

“Ya! Bagaimana jika kita mengambil foto di sini?” tanyaku. Kulihat Yi En sedang bermain air kolam di tengah taman. Kupotret dia berkali-kali.

Yi En tidak sadar jika dia sedang menjadi obyekku. “Bukan tempat yang buruk. Terserah kau saja.” Tiba-tiba Yi En berbalik. “Ya! Kau memotretku tanpa ijin!”

“Ani. Aku tidak memotretmu!” teriakku. Segera ku arahkan kameraku ke segala arah, berpura-pura memotret obyek lainnya. Dan aku mendapatkannya. Kameraku menangkap obyek yang tak kalah menariknya dari Yi En. Seorang namja manis yang sedang bermain gitar di dekat sebuah toko. Aigo.. Pengamen dari surgakah dia?

“Yi En-ah! Lihat pengamen di sana?”

Yi En menghampiriku. “Di dekat toko itu?”

Aku mengangguk, masih memotret pengamen dari surga itu.

“Oh. Di sini dia rupanya. Dia Song Seunghyun, siswa SMU Kyungnam.”

Aku terkejut. “Siswa SMU?”

Yi En mengangguk. “Dia hoobae Jaejin oppa, bukan pengamen. Oppa pernah menceritakan salah satu hoobaenya suka bermain musik di taman. Ternyata taman ini yang dimaksud.”

Keren sekali… Baru kali ini aku menemukan seorang siswa SMU bermain musik di tempat seperti ini. Dan entah mengapa aku mempunyai firasat yang baik.

“Dia terkenal di kalangan siswa SMU. Suaranya indah. Sedikit misterius, kata Jaejin oppa dia tidak pernah berbicara pada perempuan ketika di sekolah kecuali dengan guru.” Lanjut Yi En.

“Tampan…” tiba-tiba saja kata tersebut keluar dari mulutku. Kuarahkan kameraku, memotretnya berkali-kali. Seakan setiap detik adalah momen yang tak boleh terlewatkan.

“Ya! Kau sedang apa?”

“Bekerja…”

“Ya! Obyekmu ada di sini! Bukan Seunghyun! Sunhae-ya~ Aish…”

Aku memang bukan seorang fotografer yang andal. Aku hanya memotret momen, karena bagiku momen itu tidak dapat terulang kembali. Meskipun demikian, aku tahu obyek mana yang bagus dipotret, dan mana yang tidak. Yang mana yang pantas untuk diabadikan, dan mana yang tidak.

Dan menurutku, Seunghyun adalah obyek yang sempurna untuk dipotret.

 

***

 

Sejak hari itu, setiap pulang sekolah aku selalu menyempatkan berkunjung ke taman tersebut. Memotret Seunghyun dari kejauhan. Hari itu, sesampainya di rumah, aku segera mencetak foto-foto Seunghyun dan menempelkannya di studio pribadiku. Kuputuskan membuat tempat khusus untuk foto-foto Seunghyun yang akan kucetak setiap harinya.

Hari ini dia menggunakan kaos berwarna putih. Rambutnya yang sedikit panjang untuk ukuran anak SMU diikatnya ke belakang. Dengan senyum khasnya, dia bermain gitar di depan anak kecil yang sedang berlarian itu.

Sadarkah jika dia sangat fotogenik?

Baru kali ini aku menemukan obyek yang sempurna. Biasanya aku akan memotret seseorang hanya dengan beberapa jepretan saja, kemudian mencari yang lain. Tidak perlu bersembunyi, memotretnya diam-diam seperti ini. Seperti paparazi…

Seorang gadis kecil berlari mengejar bolanya yang menuju ke arahku. Segera aku memanggilnya. “Kau… Gadis kecil… Nawa…”

Gadis kecil itu tersenyum. Ku arahkan kameraku, memotretnya.

“Ada apa, eoni?”

Aku berlutut. “Kau tahu oppa yang ada di sana? Yang sedang bermain gitar itu?”

Dia memandang ke arah yang kutunjuk. “Ne…”

“Berikan ini kepadanya…” aku mengeluarkan dua buah permen gula. Kuberikan satu kepada gadis kecil tersebut. “Jangan bilang dari eoni, arachi? Dan ini…” kuberikan satu permen gula lainnya. “Permen gula untukmu…”

“Kamsahamnida, eoni…”

Aku mengelus kepalanya lembut. “Semoga kau tumbuh menjadi gadis yang cantik!”

Aku menyiapkan kameraku untuk memotret momen ketika Gadis kecil tersebut berlari menuju Seunghyun. Diberikannya permen gula tadi. Seunghyun tersenyum, mengelus kepala gadis kecil itu. Menerima permen gula yang kuberikan tadi, membuka bungusannya, kemudian memakannya. Manis sekali!

Hari ini aku memperoleh beberapa kesimpulan tentang Seunghyun. Pertama, senyumannya manis sekali. Kedua, dia menyukai anak kecil. Ketiga, aku menyukainya.

Kesimpulan ketiga itu membuatku tersenyum.

“Seunghyun-ah… Non naekkoya…”

 

***

 

Ku tempel foto terakhir Seunghyun yang kudapat hari ini di dinding studio, ketika dia menerima permen gula dariku itu. Salah satu foto terbaik Seunghyun yang kudapatkan.

Kupandangi semua foto yang kudapat dua hari ini. Sudah lebih dari 100 foto yang kucetak. Dan masih ada beberapa foto lain yang tidak ku cetak. Apa aku sudah gila? Baru dua hari dinding yang kukhususkan untuk foto Seunghyun sudah hampir penuh.

Ddok… Ddok… Ddok…

“Sunhae-ya! Ini Yi En!”

Aku membuka pintu studioku. “Kau membawa pesananku?”

Yi En masuk, menaruh beberapa kantong plastik di meja. “Ne, Kim Sunhae-ssi. Styrofoam, bunga mainan, buku gambar, cat minyak, krayon, balon…. Aigo, Sunhae-ya! Kau sudah gila? Ini khan Seunghyun!” Yi En berjalan memandangi foto-foto Seunghyun. “Ya! Kau menyukainya?”

Aku hanya tersenyum. “Sepertinya begitu… Kau tahu? Ini foto hari ini… Dia tampan, bukan?” aku membuka beberapa kantong belanja. Kukeluarkan isinya, kemudian duduk di sebuah kursi sambil menyiapkan perlengkapan untuk membuat time capsule.

“Sunhae-ya… Kau menyukainya hanya dalam waktu dua hari?” tanya Yi En. Dia duduk di sebelahku, mengambil buku gambar dan krayon. Dia menggambar sebuah hati berwarna merah, besar sekali.

Aku tersenyum tipis. “Begitulah… Kekeke~”

“Kau bahkan belum mengenalnya dan dia belum tahu namamu?”

“Apakah itu penting?”

“Aish… Sinca… Kau fotografer andal tapi tidak sebanding dengan otakmu…”

“MWOYA? MAU KUBATALKAN TIME CAPSULEMU UNTUK JAEJIN?” teriakku.

Yi En tertawa, melemparkan beberapa serpihan styrofoam kepadaku. “Merong~”

 

***

 

Yi En benar. Aku harus bisa berkenalan dengan Seunghyun. Aku tidak boleh selamanya jadi paparazi, aku harus berkenalan dengannya!

Satu minggu sudah aku menjadi paparazi. Pergi ke taman, bersembunyi, memotretnya dari kejauhan, mencetaknya, menempelkannya di dinding studio pribadiku. Hari ini kuputuskan untuk berkenalan dengan Seunghyun, bagaimanapun caranya.

Kulihat Seunghyun datang dengan menenteng gitar putihnya. Karena sudah terbiasa memotretnya, tanpa ada yang mengomando lagi segera kuarahkan kameraku menuju Seunghyun. Setelah puas memotretnya, aku segera merapikan seragamku. Saatnya berkenalan dengan Seunghyun. Sunhae-ya, fighting!

Aku berjalan perlahan sambil berpura-pura memotret sekitar. Kulirik Seunghyun yang sedang memainkan beberapa melodi sederhana. Seperti biasa, anak-anak kecil sudah mengelilinginya dari tadi. Aku memotretnya sebentar, kemudian duduk di dekat seorang gadis kecil. “Gadis kecil, kau tahu siapa dia?”

Gadis di sebelahku itu menjawab, “Seunghyunie oppa…”

Bahkan gadis kecil pun mengenalinya. “Kau sudah mengenalnya lama?”

“Ne… Seunghyunie oppa sudah lama di sini… Aku menyukainya… Karena itu aku berada di sini setiap sore…”

Bahkan gadis kecil pun menyukainya. “Mengapa kau menyukainya?”

“Seunghyunie oppa sangat tampan dan keren… Seunghyunie oppa sering memberiku permen gula…”

Bahkan gadis kecil pun bilang dia tampan dan keren!

“Kalian sudah lama menunggu?” tanya Seunghyun. Mata Seunghyun berbinar. Dia memang tampan dan keren. Pantas saja gadis kecil di sebelahku menyukainya.

“Ne~”

“Mianhae, aku sedang ujian beberapa hari ini. Mungkin akan sering terlambat. Cha, sekarang aku harus memainkan lagu apa?”

Salah satu gadis kecil yang duduk paling depan mengangkat tangannya. “Seunghyunie oppa! Mainkan lagu ‘gom se mari’!”

“Seunghyunie hyung! Mainkan lagu Super Junior, Sorry Sorry!”

“Seunghyunie oppa! Mainkan lagu FT Island, nappeun yoja!”

“Ya~ Kau masih kecil belum boleh mendengarkan lagu itu… Hyung, mainkan lagu T-ara, boopeepboopeep saja!”

“Oppa… Hyung… Oppa.. Hyung…”

Dengan sekejap keadaan berubah menjadi ramai. Anak-anak ini menyebutkan semua lagu yang diketahuinya, agar Seunghyun menyanyikan untuk mereka. Seunghyun hanya tersenyum manis melihat mereka. Seunghyun pasti sangat menyayangi mereka. Begitu pula sebaliknya.

“Kurae… Aku sudah mendengar permintaan kalian. Aku akan memainkan satu lagu pembuka dulu…”

Seunghyun mulai memainkan gitarnya di depan anak-anak ini, dan di depanku juga. Mataku tidak berkedip, dan aku tidak percaya aku bisa melihatnya sedekat ini. Kuarahkan kameraku kearahnya. Momen yang terlalu berharga untuk dilewatkan.

Beberapa detik kemudian aku mendengarnya bernyanyi. Suaranya merdu sekali. Membuatku semakin menyukainya.

Seunghyun mengajak anak-anak ini menyanyi, menari, dan tertawa riang. Tak terasa sore sudah menjelang malam, dan anak-anak ini pun harus pulang ke rumah masing-masing. Sebelum pulang, Seunghyun membagikan permen kepada mereka. Segera ku arahkan kameraku lagi dan lagi. Ini adalah kesempatan yang langka untuk mengambil foto close up Seunghyun.

“Hari ini selesai sampai sini saja ya, aku harus belajar untuk ujian besok. Kalian juga. Belajar yang rajin! Mungkin besok aku terlambat. Jika aku tidak datang hingga 30 menit, pulanglah saja, jangan menungguku! Jaga kesehatan, arachi?”

“Ne~”

Satu per satu mereka pulang, meninggalkanku dan Seunghyun yang sedang membereskan gitarnya. Aku berjalan perlahan mendekati Seunghyun. Detak jantungku berdebar semakin cepat. Seakan-akan Minhwan, temanku yang seorang drummer itu, memainkan drumnya keras-keras di dalam hatiku.

Aku semakin dekat dengan Seunghyun. Bau parfumnya yang lembut dengan mudah bisa kucium. Ini adalah tipe-tipe parfum seorang namja yang hangat, sopan, penyayang, dan baik hati. Terbukti beberapa saat yang lalu ketika dia bersama anak-anak tadi.

Aku menarik napas dalam-dalam. “Jogi… Aku melihatmu bermain bersama anak kecil…”

Seunghyun melihatku sekilas. “Aku sangat menyukai anak kecil.” Kemudian melanjutkan membereskan gitarnya.

Kuberanikan diri mengulurkan tanganku kepadanya. “Kim Sunhae, kau?”

Aku sempat khawatir dia tidak membalas uluran tanganku, tetapi ternyata dia membalasnya sambil tersenyum. “Song Seunghyun. Aku harus segera pulang. Selamat tinggal.” Katanya, kemudian dia pergi meninggalkanku.

Omona… Aku berhasil menyentuh tangannya! Aku berhasil menyentuh tangannya meskipun hanya sebentar! Aku berhasil berkenalan dengannya!

Segera kuarahkan kameraku ke arah Seunghyun yang sedang berjalan sambil menenteng gitar putihnya itu. Meskipun hanya terlihat punggungnya, tetapi bagiku tetap saja terlihat sempurna.

Aku senang, tentu saja! Bukan awal yang buruk untuk mengenal Seunghyun lebih dekat lagi…

Aku memotretnya berkali-kali, seperti yang setiap hari kulakukan. Kali ini adalah momen ketika Seunghyun pulang setelah bermain gitar, sebuah momen yang belum pernah kudapatkan selama satu minggu ini.

Aku memotretnya ketika Seunghyun berjalan.

Aku memotretnya ketika Seunghyun berlari.

Aku memotretnya ketika Seunghyun berhenti di tempat penyebrangan.

Aku memotretnya ketika Seunghyun mulai melangkahkan kakinya lagi.

Aku memotretnya ketika tiba-tiba sebuah mobil berada sangat dekat dengan Seunghyun.

Aku memotretnya ketika Seunghyun terlempar keras menghantam jalan raya.

Aku memotretnya ketika darah mengalir dari beberapa bagian di tubuh Seunghyun.

Aku memotretnya ketika banyak sekali orang yang mengerumuninya.

Prang!

Kamera SLR-ku terjatuh ketika kusadari aku baru saja mengabadikan momen saat sebuah mobil menabrak Seunghyun, keras sekali…

“ANDWAE!!!!!!!!!!!!!!! SEUNGHYUN-AH!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”

 

***

 

Ddok… Ddok… Ddok…

“Sunhae-ya… Buka pintumu…” Yi En lagi-lagi mengetuk pintu studio pribadiku. “Kau tidak ikut ke pemakaman Seunghyun?”

Aku menatap nanar ratusan foto yang kutempel di dinding studioku itu. Dia sudah tidak ada lagi… Saat ini dia sudah tidak ada lagi…

“Sunhae-ya… Bukan salahmu Seunghyun meninggal… Kau hanya tidak sengaja memotretnya ketika dia meninggal… Kau tidak boleh seperti ini terus…”

Bukan salahku? Yi En bilang bukan salahku? Ini semua salahku!

“Sunhae-ya… Aku dan Jaejin oppa akan pergi ke pemakaman Seunghyun sekarang… Makanlah… Jangan seperti ini terus, Sunhae-ya… Kami pergi dulu…”

Ku pandangi foto-foto ketika Seunghyun tertabrak mobil.

Dia kesakitan… Dari ekspresinya aku bisa melihat dia kesakitan…

Darahnya mengalir… Warna merah itu terlihat jelas membanjiri tubuhnya…

Seandainya aku tidak fokus memotretnya, seandainya aku melihat mobil tersebut, seandainya aku menahannya dulu agar dia tidak segera pulang…

Aku yang menyebabkan Seunghyun meninggal!

Prang!

Kulempar ketiga kamera SLR koleksiku ke dinding tempat kutempelkan foto-foto Seunghyun hingga pecah berkeping-keping.

“ANDWAE!”

Aku benci pada kamera itu! Aku benci pada semua hal tentang fotografi! Karena fotografi aku kehilangan orang yang kusukai… Karena fotografi… Aku kehilangan orang yang sangat kusukai…

 

***

Aku duduk di sebelah pekuburan yang masih basah tersebut. Tidur dalam keabadian untuk selamanya, Song Seunghyun yang kusukai…

REST IN PEACE, SONG SEUNGHYUN. 1992-2011.

“Seunghyun-ssi… Mianhamnida…” kataku. Aku mengusap airmataku yang tidak berhenti menetes sejak kemarin sore. Bagaimana tidak? Aku mengabadikan sendiri momen ketika orang yang sangat kusukai itu meninggal… Aku yang mengabadikannya…

Kutaruh sebuah bunga dan kotak di dekat nisannya. Kotak berisi ratusan foto-fotonya yang kuambil selama satu minggu ini, yang selama ini melekat di dinding studio pribadiku, termasuk foto detik-detik ketika dia meninggal.

“Jeongmal saranghaeyo…” kataku lagi. Kuambil sebuah surat dari saku jaketku. Kuletakkan di atas kotak tersebut. Aku berdiri, meninggalkan pekuburan itu dengan rasa bersalah yang begitu mendalam.

Seunghyun-ssi… Mianhamnida…

Mulai detik ini, aku berjanji tidak akan memotret lagi…

 

***

 

Dearest Song Seunghyun, Annyeonghaseyo…

Kau masih mengingatku?
Aku Kim Sunhae, yang menyukaimu sejak seminggu yang lalu…
Semoga kau masih mengingatku meskipun pertemuan kita terlalu singkat…
Mianhamnida, Seunghyun-ssi…
Jika hari itu aku tidak fokus memotretmu…
Mungkin saat ini kau masih berada di taman itu…
Bermain gitar bersama anak-anak…
Tersenyum, menyanyi, memberikan permen kepada mereka…
Sekarang, tidak ada lagi kau, yang memainkan gitar untuk mereka…
Apa yang harus aku lakukan untuk menebus kesalahanku?
Mianhamnida, Seunghyun-ssi…
Sebenarnya aku memotretmu diam-diam selama satu minggu ini…
Aku memotretmu ketika kau tersenyum, menyanyi, memberikan permen kepada anak-anak…
Aku memotret semua yang kau lakukan bersama mereka…
Dan karena terlalu sibuk memotretmu, aku tidak sempat menyelamatkanmu…
Aku tidak sempat melihat sebuah mobil dengan kecepatan tinggi yang menabrakmu…
Apa yang harus aku lakukan untuk menebus kesalahanku?
Seunghyun-ssi…
Aku tidak bisa memotret lagi karena merasa bersalah padamu…
Aku takut melakukan kesalahan yang sama seperti yang kulakukan padamu…
Karena itu aku tidak ingin memotret lagi…
Kuputuskan untuk meninggalkan kamera polaroid pink-ku bersama ratusan foto-fotomu…
Seunghyun-ssi…
Mianhamnida…
Saranghae…

-END-

10

This is Love [AfterStory of : To Be Loved]

Readers… Mianhae *bow* Tiba2 nih ide muncul dan L~ gak bisa nolak. .huhuhu

Ini susunannya ya, buad yg baru baca, biar g bingung. .

Part 1 : But the truth remain you’re gone

Part 2 : To be loved

Part 3 : This is love

L~ janji ini yg terakhir. .janji *bow lagi* Cekidot!

This is Love

Aku bersembunyi di balik sebuah rak, mengintip Hongki dan Jaejin yang sedang berbicara di depan pintu perpustakaan. Lagi-lagi aku menghindarinya. Setelah kejadian satu tahun yang lalu, aku belum pernah menemui Seunghyun lagi.

Jaejin memberi hormat kepada Hongki, kemudian dia pergi. Aku menghela napas panjang, sambil keluar dari balik rak yang sempit itu.

“Misun-ah, aku tidak mau jadi tameng lagi!” kata Hongki, teman satu SMU-ku dan Jonghun dulu, setelah dia duduk di sebelahku.

“Mwoya~”

Plak!

Hongki memukul kepalaku. “Ya! Meski kau tidak menyukainya, jangan menghindarinya seperti itu! Sudah berapa lama kau tidak menemuinya? Satu tahun? Aigo~ Kau bisa mengirimnya ke rumah sakit jiwa!”

Continue reading

13

To Be Loved [AfterStoryOf : But The Truth Remain u’re Gone]

L~ datang dengan after story But The Truth Remain You’re Gone. .drabble tidak bisa tepat waktu karena L~ sibuk ~.~

happy reading, guys! lebih afdol lagi kalo baca and komen part sebelumnya biar gak bingung. .cekidot !!

To Be Loved

“Yeobseo?”

“Noona, besok acara wisudaku, kau datang kan?”

“Ne. Apa aku perlu pergi ke salon?”

“Hahaha, tentu, tentu! Noona harus ke salon agar terlihat sedikit cantik!”

Klik.

“Yeobseo? Ya!”

Aku memasukkan ponsel ke saku jas praktikku. Setelah Jonghun pergi, Minhwan pindah ke Korea untuk meneruskan SMU-nya. Besok dia wisuda. Dia lulus dengan nilai yang baik. Mungkin, jika Jonghun masih ada, dia pasti akan lulus dengan nilai yang baik pula.

Tak terasa, sudah hampir dua tahun Jonghun meninggalkanku sendiri. Tapi sampai sekarang, aku masih tetap mencintainya. Belum ada yang bisa menggantikannya di hatiku. Aku tidak mempermasalahkan itu semua, aku kini hanya fokus pada studiku. Ya, aku berkuliah di jurusan kedokteran. Aku memang tidak pintar. Aku hanya tidak mau orang lain merasakan hal yang sama denganku, kehilangan orang yang dicintai karena sebuah penyakit. Aku akan berusaha semampuku untuk menjadi dokter yang andal.

Aku segera membereskan bukuku, kemudian pergi menuju butik untuk membeli pakaian.

Continue reading

4

And Our Memories [Part1]

Title : And Our Memories

Main Cast :

Song Eunjin

Choi Jonghun

Other Cast : FT.Island

Image and video hosting by TinyPic

Park Eunjin POV

Aku menunggunya keluar, Choi Jonghun…

Hari ini, dia mengikuti audisi piano.

Aku menunggu didepan pintu dimana dia masuk tadi, perasaanku tak karuan…

Aku takut Jonghun ditolak…

Tak lama, pintu terbuka, aku melihatnya didepan pintu, dia melihatku, aku tersenyum melihat sosok Jonghun. Wajahnya… seperti sedih.

“Bagaimana?” tanyaku pelan, dia mengulum bibirnya dan menarikku keluar tempat itu.

Aku hanya mengikutinya. Mungkinkah dia ditolak? Tapi dia termasuk orang yang pandai sekali bermain piano.

Jonghun menyuruhku masuk kedalam mobil, aku hanya mengikutinya, tapi aku belum tahu jawabannya…

“Oppa, bagaimana hasilnya?” tanyaku dalam mobil.

“Lupakan tempat itu Eun…” ujarnya sedikit kesal. Ah? Benarkah dia ditolak?

^^^^^

Aku masuk kedalam Apartemen kami, yah aku memang tinggal satu atap dengan Jonghun sejak lulus sekolah. Dan hingga kini, kami masuk ke tahun ke-4 kami berpacaran. Continue reading

11

I Wish I Held An Umbrella

Author ; nyonyatukituki

for Kang Minhyuk Behind story

"첫눈에 반하는것... 일분 걸린다.
누군가를 좋아하게 되는것... 한시간.
누군가를 사랑하게 되는 시간... 하루..
누군가를 잊는것... 평생 걸린다.."
Falling for someone when you first see them...it takes a minute
Getting to like someone...one hour
Getting to love someone...one day
Forgetting that someone...it takes a lifetime.
--korean quotes--

“KANG MINHYUK~~ BOGOSHIPEOOO~!!” teriakku sambil melempar lima botol jus jeruk yang kubeli tapi pada akhirnya kubuang. Hari ini hujan, dan aku berdiri di tengah-tengah lapangan basket untuk melampiaskan semua air mataku.

aku masih menyimpan seluruh surat dalam amplop biru yang ia berikan padaku seminggu setelah kematiannya. Kang Minhyuk. kekasihku. Kang Minhyuk, selamanya milikku.

“YA! APA YANG KAU LAKUKAN DISANA!” teriak seorang laki-laki. aku menoleh, kuusap wajahku yang basah agar aku bisa melihat wajah laki-laki itu dengan jelas. oh tidak, kepalaku pusing. Continue reading