My Lady, don’t cry

20130629-234551.jpg

Xi Luhan
Kim Minki
Kim Min Seok
Park Hyunjae
Do Kyungsoo
Kim Gyeojin
Kim Jongin
Park Chaeri

Xi Luhan PoV
“Xi Luhan!!!” suara khas terdengar olehku. Aku melihat ke lantai dua, seorang gadis melambaikan tangannya dan tersenyum manis padaku. Aku membalasnya dengan senyum.
Kim Minki. Dia menuruni tangga dengan sedikit berlari dan duduk di sebelahku.
“Darimana?” tanyanya, aku diam. Memandang gadis cantik dengan rambut hitam yang selalu diurainya. Mata bulatnya tampak bersinar di kulit putihnya.
“Xi Luhan!” panggilnya lagi. Aku menyebut ini panggilan kesayangannya. Hanya dia yang memanggilku seperti itu.

“Luhan, kajja!” ajak seseorang lain yang turun dari tangga di mana Minki turun.
Minseok. Sahabat baikku sejak aku tinggal di Korea.
“Oddie?” tanya Minki menahan tanganku.
“Minseok ingin mencari hadiah untuk kekasihnya” ucapku. Minki melepaskan tanganku dan melambaikan tangannya.
“Bye…” salamnya, kembali tersenyum padaku.
Minki bangun dan berlari ke arah Minseok.
“Bye…” ucapnya, lalu mengecup hidung Minseok. Itulah kedekatan mereka. Lucu sekali melihat kakak beradik ini.
Aku melambaikan tanganku saat mobil mulai berjalan, membalas lambaian tangan Minki yang masih terus tersenyum cantik.
“Semalam dia menangis lagi” ucap Minseok. Aku melihatnya.
“Wae? Putus dengan Kyungsoo?” tanyaku. Minseok menggeleng.

“Molla, dia tak ingin cerita denganku. Dia seperti mempunyai dua kepribadian saat ini.” Ucapnya.
“Sejak kau putus dengannya, aku rasa dia selalu ingin mempunyai hubungan yang serius…hanya saja…” Minseok menghentikan ucapannya dan melihatku, yah…aku memang mendengar Minki beberapa kali putus dengan kekasihnya.
Dia selalu dicampakkan. Itu yang aku dengar.
“Dia ingin memacari seluruh teman laki-laki sekelasnya ya?” tanyaku lalu tertawa kecil, membuat Minseok melihatku. Kesal.
“Itu kan karena kau juga…” ucapnya, memilih beberapa cincin bermata satu.
“Mwo? Aku?” tanyaku, dia memang selalu menyalahkanku saat kami berbicara tentang Minki.
Dia selalu berganti pacar setelah hampir tiga tahun berpacaran denganku.
Dan setahun setelah kami putus, aku memang selalu akrab dengan Minki.
*****
“Kau bisa kembali mencintainya jika memandangnya terus” ucap Minseok, memergoki aku tengah membuka fotoku dan Minki di ponselku. Aku melihatnya dan tersenyum. Minseok meletakkan segelas air minum di meja kamarnya.
Dia selalu menggodaku seperti itu.
Padahal dia tahu bahwa aku telah menganggap Minki seperti adikku sendiri. Karena terlalu sering bersama Minseok hampir 4 tahun.
“A Bao memintaku bertemu dengannya kemarin malam” ucapnya. Aku melihatnya. A Bao? Untuk apa?
“Kau meminta mengakhiri hubungan kalian?” tanyanya lagi. Dia menceritakannya pada Minseok?
Aku mengangguk. Dia mengetahui bahwa akhir-akhir ini aku dan A Bao mempunyai hubungan yang kurang menyenangkan. A Bao ingin melanjutkan studinya ke luar negeri, sedangkan dia tahu aku tak dapat berhubungan jarak jauh.
“Iya…kau tahu alasannya kan?” tanyaku, Minseok mengangguk.
“Aku sudah menjelaskan padanya, dia menangis saat menceritakan itu padaku.” Ucapnya lagi.
“Bagaimana lagi. Itu keputusannya. Saat aku mengajaknya menikah dia menolak”
Minseok melihatku.
“Ajak adikku saja” candanya, lalu tertawa kecil. Dia senang sekali dapat menggodaku seperti itu.
“Em…mungkin aku akan mengajaknya…”ucapku pelan.
“Jika Minki memakai short dress dengan rambut digulung ke atas dan high heels” ucapku lagi sambil membayangkan Minki seperti itu, walaupun itu tak mungkin. Tapi kurasa itu akan menjadi sangat cantik.
Minseok menggelengkan kepalanya, “Maldo andwe” bisiknya, lalu tertawa kecil.
Xi Luhan PoV End

Kim Minki PoV
“Nanti Luhan akan menjemputmu” ucap Minseok saat mengantarku ke kampus. Aku mengangguk.
“Bye…aku mencintaimu” ucapku, mengecup hidung Minseok dan keluar mobilnya.
Aku berjalan menuju kelasku, seorang yang kukenal berdiri di depan kelasku. Do Kyungsoo.
Dia menunggu kekasih barunya?
“Hei Soo” sapaku, dia tersenyum.
“Baru datang” ucapnya, aku mengangguk lalu masuk ke dalam kelas.
Perasaanku sudah biasa saja. Padahal saat malam dia memutuskanku, aku menangis meraung dan akhirnya Minseok menjadi sasaranku.
Kasihan. Tapi aku mencintainya. Minseok. Aku pasti akan sangat menyesal jika saja kakakku bukan dia.
Setelah kelas usai, aku menuju gedung olahraga karena ada pementasan ballet. Aku ingin melihat.
Aku melihat beberapa orang yang menari ballet itu. Keren sekali.
“Kau menyukainya juga?” tanya seseorang yang berdiri di sebelahku.
Aku melihat pria tinggi itu. Dia masih melihat pertunjukkan ballet, sedang aku masih melihat wajahnya.
Tiba-tiba dia melihatku dan tersenyum. Astaga!!
Tampan.
Aku mengangguk. “Nado” ucapnya tertawa kecil.
“Kim Jongin” ucapnya, mengulurkan tangannya, aku menyambut uluran tangannya.
“Kim Minki” salamku. Kami menikmatinya. Dia tampan.
*****
“Luhan bertengkar?” tanyaku berteriak dari dapur. Saat mendengar cerita dari Minseok.
Aku melihat Minseok dan berjalan ke arahnya.
“Luhan memutuskan mengakhiri hubungannya” ucapnya lagi.
“Siapa Jongin?” tanya Minseok, aku duduk di sebelahnya, meletakkan air minumku dan melihat ponselku yang Minseok pegang.
“Teman. Sama-sama menyukai ballet” ucapku.
“Ajak kerumah” ucapnya. Aku melihatnya.
“Wae?” tanyaku, lalu tertawa kecil. Aku menyandarkan kepalaku di bahu Minseok.
“Aku ingin melihatnya, dia baik atau tidak” ucapnya lagi, dia masih mengutik pesan masuk di ponselku.
“Dia sangat baik” ucapku. “Sebaik Luhan tidak?” tanyanya. Aku melihat Minseok dan tertawa kecil.
Kim Minseok PoV End

Xi Luhan PoV
“Dia sangat baik” aku mendengar suara Minki saat masuk ke rumah Minseok.
“Sebaik Luhan tidak?” tanya Minseok, membicarakan apa mereka?
“Annyeong” salamku. Minki dan Minseok melihatku.
“Hei, Xi Luhan” sapanya, membangunkan kepalanya dari bahu Minseok dan tersenyum lebar. Aku tersenyum.
“Membicarakanku?” tanyaku, Minki menggeleng.
“Calon kekasihku” ucapnya. Aku melihat Minki, secepat itu? Aku duduk di sebelah Minseok dan melihat ke dalam ponsel Minki yang di pegang Minseok. Membaca beberapa pesan dari Jongin.
Minseok memberikan ponsel Minki padaku, lalu pergi ke dapur.
Aku membaca pesan dari Jongin itu. Mereka memang terlihat jatuh cinta.
Aku melihat MInki yang kurasakan sedang melihatku. Benar saja.
“Wae?” tanyaku, dia menggeleng dan tersenyum. Aneh. Kenapa anak ini? Tak biasanya dia diam.
*****
“Xi Luhan!!” aku melihat Minki berjalan ke arahku.
“Hei, sedang apa?” tanyaku, jarang sekali dia ingin ke flatku setelah kami berpisah.
“Minseok harus mengantar kekasih tercintanya itu. Kutemani belanja ya?” tawarnya. Ah, Minseok ya… aku mengangguk.
Kami berbelanja di supermarket terdekat.
Dia memang teman yang sangat menyenangkan. Tingkah lucunya masih sama dengan kemarin saat aku masih menjadi kekasihnya. Tak berubah.
Aku mengambil beberapa sabun isi ulang, lalu meletakkan di troliku, tak lama Minki memainkan troli dan memainkannya, membuatku tersenyum dengan tingkahnya.
Aku melihat beberapa shampoo, ternyata bukan shampooku yang biasa. Aku menuju ke troliku tanpa melihat.
Aku berniat mendorong troliku, tapi aku lupa Minki tengah mendorong troliku, itu terlihat seperti aku memeluknya dari belakang. Dia tersenyum kecil.
“Nan gwenchana” bisiknya centil. Aku tersenyum kecil melihat tingkah Minki.
Aku mendorong troliku, aku tak ingin beranjak dari ini. Entahlah.
Dia membuatku nyaman.
*****
“Jadi menurutmu dia menghiburku atau menghibur dirinya?” tanyaku pada MInseok. Dia melihatku.
“Mungkin menghibur dirinya, mungkin menghiburmu” ucapnya. Dia menceritakan bahwa aku bertengkar dengan A Bao.
Jadi itu alasannya Minki bersikap sangat manis? Aku tersenyum kecil.
“Ya! Apa itu?” tanya Minseok, menunjuk wajahku. Aku menggeleng.
“Apa menurutmu ini aneh?” tanyaku. Minseok membaringkan tubuhnya di sofaku.
“Molla…”
“Tunggu, bukankah dia sudah mendapatkan Jongin?” tanya Minseok.
Aku mengangguk.
“Kau tahu, Jongin tak marah saat dia tahu Minki beberapa kali jalan denganku.” Ucapku. Minseok melihatku.
“Mungkin itu yang Minki sebut baik” ucapnya tertawa kecil.
“Tidakkah itu aneh? Kami pernah bertemu dengan Minki menggenggam tanganku, dia terlihat gugup sedangkan Jongin tak marah sekalipun. Menurutmu itu tak aneh?” tanyaku lagi. Minseok terlihat berfikir.
“A Bao bagaimana?” tanyanya.
“Jangan mengungkitnya. Aku ingin segera melupakannya” ucapku. Minseok melihatku.
“Kau yakin? Melupakannya?” tanyanya. Aku mengangguk.
“Untuk apa mempertahankannya?” tanyaku.
“Kau serius?” tanyanya lagi. Aku kembali mengangguk.
“Itu sangat menyakitkan. Tapi lebih menyakitkan jika aku terus menyimpannya saja kan?” tanyaku.
Xi Luhan PoV End

Kim Minki PoV
“Ah iya, Sabtu ini ada kelas ballet kilat di gedung sebelah kampus. Ingin melihat?” tanya Jongin, dia baik.
Kami dekat sekarang. Aku merasa nyaman dengannya.
“Jeongmal?” tanyaku, aku mengangguk. “Boleh” jawabku.
“Kita bisa pergi bersama jika kau mau” tawarnya lagi, aku mengangguk cepat.
“ide bagus” ucapku.
“Annyeong” sapa Luhan saat masuk ke dalam rumahku.
Aku tersenyum pada Luhan.
Dia naik ke atas, menuju kamar Minseok.
“Ah, baiklah. Aku harus kembali” pamitnya. Aku mengangguk dan mengantar Jongin keluar rumahku.
“Bye..” salamku melambaikan tangan pada Jongin yang mulai menjalankan mobilnya.
Aku masuk ke dalam rumah. Kim Jongin.
Dia orang yang sangat menyenangkan.
Luhan melihatku dan tersenyum.
Aku berlari ke arahnya, naik ke lantai dua.
“Dia terlihat baik” ucapnya, aku mengangguk.
“Dia tampan” ucapnya lagi, aku kembali mengangguk.
“Dia terlihat berbakat” ucapnya, aku mengangguk lagi. Mengiyakan apa yang dikatakan Luhan.
“Kau baikan?” tanyaku. Dia melihatku.
“Memangnya aku kenapa?” tanyanya, mengusap kepalaku.
Dia benar-benar baik-baik saja?
*****
“Minki” sapa seseorang masuk ke dalam kelasku. Eh? Orang ini?
Kim Jongin.
“Hei…” balasku.
“Dosenmu tak akan masuk. Lebih baik keluar bersamaku” ajaknya. Aku melihatnya.
“Aku serius….kelas ballet kilatnya akan dimulai Minki” Ucapnya lagi. Dia serius?
Aku mengangguk.
“Hm…baiklah, sebentar ya” ucapku. Aku mengeluarkan ponselku, menelpon Luhan.
Tersambung.
Kulihat Jongin keluar kelasku, mungkin mengambil mobilnya.
“Tut…tut…tut…” apa ini? Dia menolak panggilanku?
Aku mencoba menghubungi Luhan lagi. Dia mengangkatnya kali ini
“Weeiiii…” dia menggunakan bahasa mandarin. Tunggu. Luhan sangat jarang menggunakan bahasa mandarin, kemungkinan karena ada sesuatu.
“Xi Luhan!! Berbicara dengan bahasa Korea. Kau dimana?” tanyaku.
“wei…wei…” ucapnya lagi. Aku rasa dia mabuk. Tapi kenapa?
Minseok tak tahu? Kenapa aku khawatir sekali. Yah, aku rasa aku pantas khawatir.
Aku pergi menemui Jongin dan membatalkan janji kami. Aku ingin menemui Luhan, hanya itu sekarang.
Aku pergi ke flatnya, tertutup.
Terakhir kali saat aku pergi kodenya adalah tanggal lahirnya, saat kucoba masih berhasil.
Suasana flatnya sangat berantakan. Kemana dia?
“Xi Luhan!!” panggilku.
Aku melihat Luhan di kursi di meja makannya. Beberapa botol soju terjejer di mejanya.
“Xi Luhan” panggilku, berjalan menuju ke arah Luhan.
Dia benar-benar mabuk.
Ada apa ini?
Aku menyentuh tubuh Luhan.
“Xi Luhan” panggilku lagi, mencoba menyadarkannya. Dia melihatku. Wajahnya sangat kacau, walaupun benar-benar tampan dengan rambut merah terangnya itu.
“A Bao…wo…” dia mulai meracau. A Bao, seingatku dia adalah kekasih Luhan.
Kacau sekali orang ini.
Luhan tersenyum dan terus meracau dan berjalan kearahku.
Dia terus berbicara dengan bahasa mandarinnya yang membuat kepalaku pusing karena dia terus berbicara dengan intonasi yang tak jelas.
Dia memelukku.
“Wo ai ni ma~” hanya itu ucapan yang dapat diterima telingaku. Dia benar-benar bertengkar dengan A Bao ya? Sewaktu putus denganku Luhan tak pernah sampai seperti ini.
“Xi Luhan!! Sadarlah!! Ini aku” ucapku. Mencoba melepaskan pelukan Luhan. Namun dia kembali meracau dan mencoba memelukku.
Aku menjauh dari tubuh Luhan. Dia terjatuh karena tak dapat menyeimbangkan tubuhnya.
“Xi Luhan!!” aku menangkap tubuh Luhan yang terjatuh.
Parah sekali.
Dia mencoba bangun dan melihatku.
“Gwenchana?” tanyaku.
Luhan kembali tersenyum. Tampan.
Sesaat kemudian, bibirnya mengecup bibirku.
Aku mendorongnya, hingga tubuhnya tergeletak.
Beraninya dia!!
Orang ini!! Aku memegang bibirku, dan melihat tubuh Luhan yang tak sadarkan diri. Eh?
*****
“Minki” aku mendengar suara Minseok. Tak lama, sosoknya terlihat memasuki kamar Luhan.
“Masih tak sadarkan diri?” tanyanya.
“Tadi Luhan muntah beberapa kali. Tubuhnya panas sekali” ucapku pelan. Kembali mengompres Luhan.
“Hari ini A Bao akan pergi” Minseok duduk di depanku. Pergi? Dengan kondisi Luhan seperti ini?
Aku berdiri dan membawa baskom berisi air untuk mengopres Luhan. Menggantinya.
Aku mengambil air hangat.
Kenapa aku mempunyai perhatian yang berlebih padanya?
Tapi hatiku memang sakit sekali melihatnya seperti itu.
“Istirahatlah” ucap Minseok, mengambil baskom yang kubawa.
“Maaf baru datang, seharian tadi ada kelas yang tak boleh kulewatkan” ucapnya lagi. Aku mengangguk, aku naik ke atas tempat tidur Luhan dan duduk di sebelahnya.
Dia terlihat sangat lemas.
“Kau tak membangunkannya dan menyuruhnya pergi menemui A Bao?” tanyaku. Minseok melihatku dan menggeleng.
“Luhan sudah mengatakan tak akan pergi. A Bao juga sudah menerima Luhan memutuskan hubungan mereka.” Ucapnya lagi. Memutuskan?
“Kruuukkk” perutku berbunyi.
Aku melihat jam dinding di kamar Luhan. Hampir pukul 2 malam.
“Kubuatkan sesuatu?” tanya Minseok, lalu pergi ke dapur.
“Kau baru berpacaran dengan A Bao satu tahun, dan denganku tiga tahun…kenapa kau melakukan ini dengan A Bao?” tanyaku pelan melihat Luhan.
“Kau sungguh mencintainya?” tanyaku lagi, tanpa peduli Luhan masih menutup matanya.
Aku mengusap air mataku yang entah bagaimana turunnya.
*****
“Kau benar-benar sudah sehat?” tanyaku pada Luhan,, saat ingin mengajak kami piknik. Dia mengangguk pasti.
“Tentu. Ini juga ucapan terimakasih karena kau merawatku” ucapnya lagi. Aku tersenyum kecil.
“Unnie!!!” aku berteriak saat Hyunjae Unnie datang, dia kekasih Minseok.
Dia melihatku dan memperlihatkanku keranjang berwarna merah jambu.
“Kau menyiapkan semuanya?” tanyaku. Dia mengangguk. Cantik.
Dia terlihat sangat anggun dimanapun dan kapanpun.
Kami berangkat ke tempat tujuan. Sebuah taman dengan pohon yang daunnya hampir berguguran di musim gugur ini.
Beberapa pasang kekasih juga terlihat piknik.
Aku dan Luhan menyiapkan tempat dan menggelar alas, sedangkan Minseok dan Hyunjae menyiapkan makanan.
“Ah!! Selesai!” ucapku, setelah menggelar alas.
Minseok dan Hyunjae mulai mengeluarkan beberapa makanan yang dibuat Hyunjae. Aigoo, bukankah dia benar-benar calon istri yang ideal untuk Minseok?
“Xi Luhan, ingin berjalan-jalan?” tawarku, dia melihatku dan tersenyum kecil. Mengangguk.
“Kami pergi sebentar” pamitnya pada MInseok dan Hyunjae. Mereka mengangguk.
Luhan menggandeng tanganku dan mengajakku berjalan.
Tangannya masih hangat.
Aku tak dapat membohongi perasaanku saat ini bahwa aku tak dapat melakukan sebelumnya. Aku tak tahu kenapa. Aku hanya ingin bersikap lembut pada Luhan.
Aku melihat Luhan yang terus berjalan santai dan mengayunkan tanganku yang di genggamnya. Tapi ada orang lain yang lebih menyita perhatianku.
Do Kyungsoo. Dia juga disini bersama kekasihnya.
Aku menghentikan langkahku, bukan masih berharap pada Kyungsoo. Tapi dia secepat itu…
Apakah semua lelaki dengan mudah melupakanku?
Luhan, dia hanya seminggu dan mendapatkan A Bao. Huang Zi tao, dia bahkan memutuskanku karena gadis lain, Baekhyun rela pindah ke Busan karena seorang gadis tanpa memutuskanku, Do Kyungsoo memutuskan untuk kembali ke mantan kekasihnya, bahkan Kim Jongdae yang tak begitu tampan mencampakanku. Sebenarnya apa yang salah?
Aku melihat tangan Luhan, Luhan? Ah, aku sedang berjalan dengannya.
Aku melihatnya, tersenyum kecil padanya.
“Gwenchana?” tanyanya, aku mengangguk.
“Lapar” ucapku kecil, Luhan mengacak rambutku pelan dengan tangannya, dan menarik tanganku yang digenggamnya untuk terus berjalan.
Kami kembali ke tempat Minseok dan Hyunjae.
Aku duduk di sebelah Minseok, dia memberikan minumnya padaku. Aku mengambil dan meminumnya.
Segar.
“Aku melihat Kyungsoo disana” ucapku, menunjuk tempat aku bertemu Kyungsoo.
“Iya, bersama kekasih barunya” lanjut Luhan, aku melihatnya.
“Kau tahu?” tanyaku, tertawa kecil menganggapnya tak melihat Kyungsoo. Luhan mengangguk.
“Kekasihnya tak begitu cantik” Luhan menggeleng. Aku mengangguk.
“Benar, lebih cantik aku kan?” tanyaku pada Luhan.
“Sepertinya kalian yang sedang jatuh cinta” ucap Hyunjae Unnie, aku menggeleng cepat.
“Aku memang sedang jatuh cinta. Dia sedang putus cinta” ucapku menunjuk Luhan, dia mengangguk.
“Benar” ucapnya, mengiyakanku.
Dia benar-benar sudah baik ya?
Kami menghabiskan makan siang dan menikmati piknik sampai sore.
“Aku ingin mengajak Minki jalan-jalan sebentar” ucapnya. Aku melihatnya, lalu melihat Minseok dan mengangguk.
“Baiklah, kami pulang lebih dulu. Bye” salam Minseok. Minki melambaikan tangan pada mereka.
“Oddie?” tanya Minki saat kami berjalan menuju mobilku.
“Terserahmu. Ingin berkeliling lagi atau pulang?” tanyaku, dia tersenyum kecil.
“Kau yang mengajakku, kenapa aku yang menentukan?” tanyanya.
Ah iya, benar juga.
Aku menggandeng tangan Minki dan mengajaknya berjalan.
“Kalau begitu, ayo jalan kesana” aku menunjuk arah yang belum kulalui bersama Minki.
“Xi Luhan” panggilku, dia melihatku.
“Kau benar-benar sudah tak apa?” tanyaku pelan, Luhan mengayunkan tanganku.
“Sedang berusaha keras. Kau mau membantuku?” tanyanya.
“Katakan saja padaku. Aku akan melakukannya” ucapku pasti, Luhan melihatku dan tersenyum kecil.
“Oia, bagaimana Jongin? Dia sudah menyatakan perasaannya?” tanyanya.
“Belum. Ini baru sebulan” ucapku, sebenarnya aku memang berharap pada Jongin. Sangat berharap.
“Heiiss, kau benar-benar menyukainya?” tanyanya, tak lama Luhan melihatku tersipu.
“Banyak sekali pasangan berjalan disini” ucapku. Luhan mengangguk.
“Ayo kesana” ucapnya, mengajakku ke jembatan kecil yang ada di atas danau.
Aku mulai berjalan dengan Luhan melewati jembatan itu. Nyaman.
“Kau tak takut melewati jembatan kan?” tanyanya, melihatku dan tertawa kecil.
“Jika aku takut aku akan memintamu menggendongku” candaku.
Aku menghentikan tawaku saat aku melihat di ujung jembatan seberangku.
Luhan yang melihatku berhenti tertawa melihat ke arah yang kulihat.
Kim Jongin.
Kim Minki PoV End

Xi Luhan PoV
Dia berhenti tertawa. Ada apa?
Aku melihat kearah Minki melihat.
Astaga! Pantas saja dia seperti itu.
Minki melihat Kim Jongin sedang menggandeng seorang gadis. Mereka akrab. Tertawa.
Minki melepaskan genggaman kami, tangannya terasa lemas. Aku menahannya. Tetap menggenggamnya, bahkan lebih erat.
“Bersikap biasa Minki, lihat punggungku jika kau tak ingin melihatnya” bisikku. Aku mengajaknya berjalan seperti biasa. Aku tahu ini sulit. Tapi aku tak ingin dia terlihat rapuh.
Jongin melihat Minki, dan dia bersiap menyapanya.
“Minki-ah” sapanya. Dia bersikap biasa. Apa ini berarti tak ada yang Jongin sembunyikan dari Minki?
“Hei Jong” sapa Minki, aku melihatnya dan menggenggam erat tangannya, memberi semangan padanya.
“Annyeong hyung” sapanya padaku. Aku tersenyum kecil.
“Aku tak menyangka bertemu kalian disini” ucapnya.
“Ne. kami juga” jawabku.
“Ah, iya…Minki, ini kenalkan Chaeri” ucap Jongin, mengenalkan gadis cantik berambut panjang. Dia memperkenalkannya kan? Berarti Jongin tak mempunyai perasaan pada Minki?
Aku melepaskan peganganku pada Minki saat dia berkenalan dengan Chaeri.
Aku menggenggam tangan MInki kembali.
“Kami ke sana Jong” pamitku. Dia mengangguk.
Aku menggenggam tangan Minki erat dan membawanya pergi.
Tak lama, aku merasakan Minki menggenggam tanganku. Aku melihatnya.
Dia menangis?
“Minki”
Dia menutupi wajahnya dengan telapak tangannya, dan tangan sebelahnya masih menggenggam tanganku.
Aku menarik tubuh Minki ke pelukanku.
“Ayo pulang” ucapnya disela tangisnya. Aku membawa Minki pergi dan mencari mobilku.
Minki masih terus menutupi wajahnya saat perjalanan kami pulang.
“Ketempatmu saja” ucapnya. Pasti dia tak ingin menceritakan ini pada Minseok lagi ya?
Tapi kenapa?
*****
“Ne. aku tahu, mungkin sebentar lagi dia terbangun” ucapku, menelpon Minseok. Dia terdengar kaget saat kuceritakan kejadian tadi.
“Xie xie Lulu” ucapnya, lalu memutuskan telepon kami..
Aku keluar kamarku, melihat Minki. Dia masih terlelap, lelah saat menangis.
Aku memegang dadaku. Sesak sekali rasanya.
Aku tak yakin. Tapi ini seperti saat aku memutuskan A Bao, bahkan lebih sakit.
Mungkinkah aku masih mencintai Minki?
“Dia menangis, bukankah itu cukup menjelaskan Minki masih mencintaimu?” aku mengingat kata kata Minseok itu. Benarkah itu?
Mata Minki bereaksi. Dia bangun?
Tak lama dia membuka matanya, melihatku.
“Hei…” sapaku, dia bangun dari posisinya, memegangi kepalanya. Mungkin pusing.
“Minumlah dulu. Kau mengeluarkan banyak cairan tadi” ucapku, mencoba bercanda, seperti yang dia lakukan padaku sebelumnya. Minki mengambil gelas yang kutawarkan dan meneguknya habis.
Dia mencoba tersenyum, tapi terlihat sekali dia sangat sakit.
Dia diam.
Hanya menatap kosong ke arah bawah.
Apa yang harus kulakukan?
Tiba-tiba Minki memelukku. Aku mencoba menyeimbangkan tubuhku karena dia datang begitu cepat.
Dia pasti sangat terluka.
Aku memeluknya, tubuhnya hangat.
“Don’t cry” bisikku di telinganya, kembali memeluknya.
Hanya ini yang dapat kulakukan.
*****
“Kenapa tak ingin menceritakan pada Minseok?” tanyaku saat Minki keluar dari kamar mandiku. Aku meletakkan latte hangat di mejaku dan menikmatinya.
Dia duduk dengan masih mengusap kepalanya yang basah.
“Bukankah aku terlalu menyusahkannya selama ini?” ucapnya, Minki duduk di sebelahku dan melihat latteku.
“Kau ingin? Setahuku kau tak suka kan?” tanyaku. Minki mengangguk dan tersenyum kecil.
Aku memberikan gelas berisi latteku padanya.
Dia terlihat meminum sedikit, lalu memberikan padaku lagi. Dia tak menyukainya ya?
Aku tertawa kecil.
“tak suka?” tanyaku. Dia mengangguk.
“Aku keluar sebentar ya” pamitku, aku keluar dapur dan mengambil kunci mobilku.
Aku masuk ke dalam lift. Tapi sesosok yang kukenal sudah berada di dalam lift.
“Kau…kekasih Minki kan?” tanyanya. Kim Jongin.
Kekasih? Aku melihatnya.

“Aku merasa bersalah hyung” ucap Jongin, setelah aku menceritakan yang terjadi pada Minki. Tak bisa menyalahkannya juga. Dia hanya tertarik pada Minki sebagai seorang teman yang mempunyai kesamaan hobi.
“Kenapa tak memperkenalkan kekasihmu dari awal pada Minki?” tanya MInseok, dia juga terlihat tak dapat berbuat apapun.
“Chaeri tak menyukaiku saat aku menyukai ballet.” Jawab Jongin.
“Lalu Minki sebagai pelarian?” tanya Minseok, aku melihat MInseok, berharap dia meredam marahnya.
“Awalnya iya,” “Ya!!” Minseok mencoba menarik kerah Jongin.
“Minseok” panggilku, aku melepaskan tangan Minseok dari kerah Jongin.
“Aku merasa sangat nyaman dengan Minki. Tapi saat aku melihat kalian berjalan berdua, Minki terlihat sangat nyaman denganmu. Aku fikir kalian berpacaran, jadi kuputuskan untuk menjadikan Minki sebatas teman, sebelum dia tahu bahwa aku menyukainya” jelas Jongin.
Denganku?
******
“Minki…” panggilku, aku masuk ke dalam flatku. Dia taka da di dalam?
Aku melihatnya di dapur. Eh?
Dia terduduk dengan kepala di atas meja. Wae? Aku melihat satu botol soju di sebelah tanganya.
Dia mabuk? Tapi dia belum meminum satu gelas penuh.
Inikah ekspresinya saat patah hati? Apa saat putus denganku juga seperti ini?
Aku mengangkat tubuh Minki ke kamarku. Dia terlihat benar-benar mabuk ya.
“Anieyo!!” racaunya.
“Ara…bukan aku” ucapku membalas racau Minki.
Aku memasukkan tubuhnya ke selimutku.
“Ani..itu kau Xi Luhan!!” racaunya lagi. Ne?
“Apa?” tanyaku.
Minki menggeleng, tak lama tertawa kecil.
“Kau yang membuatku menangis…” ucapnya, menunjuk ke sembarang arah.
“Xi Luhan!! Haruskah kukatakan…” racaunya lagi. Apa ini? Kenapa meracau aku?
“masih mencintaimu….”
“Kau…” dia terus meracau. Minki.
“wo ai ni…” ucapnya lagi. Eh? Aku tertawa kecil, namun jantungku terus berdebar.
Dia benar-benar mabuk ya? Kenapa mengatakan semua itu?
Aku melihat wajahnya dari dekat. Pipinya memerah. Bibirnya juga.
Aku mendekatkan bibirku ke bibir merahnya yang masih meracau. Benarkah ini?
Kenapa jantungku begini?
Aku mencium bibir lembut Minki. Dia berhenti meracau.
Tak lama mata Minki terbuka. Aku fikir dia akan berteriak. Tapi tidak.
Aku menjauhkan bibirku.
“Xi Luhan” lirihnya. Tak lama, Minki kembali menautkan bibir kami.
Haruskan kulanjutkan?
Tapi aku merindukan ini. Kim Minki.
Dan dia, aku rasa dia juga merasakan hal yang sama. Dia membalasku lembut.
*****
Aroma latte.
Aku membuka mataku, kulihat asap latte menyeruak keluar dari cangkir di atas meja di sebelah tempat tidurku.
Aku bangun dan menikmati latte hangat itu.
Kemana Minki?
Aku melihat jam dindingku, pukul 8.
Mungkinkah dia sudah berangkat?
Aku mengambil ponselku, memanggil Minki.
“Yobseo Xi Luhan” suara khasnya terdengar.
“Oddie?” tanyaku
“Aku ada kelas pagi ini, aku membawa mobilmu.” Ucapnya, tak lama teleponku terputus. Dia terburu-buru sepertinya.
Aku membuka kaosku, bersiap mandi dan berangkat.
kutarik bedcoverku dan kumasukkan ke dalam mesin cuci bersama kaosku.
Minki baik-baik saja?
Bukankah semalam dia sangat mabuk?
aku masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan tubuhku.
“Luhan” Minseok duduk di ruang tamuku.
“Hei… Minki menelponmu?” tanyaku. Dia mengangguk.
Aku masuk ke dalam kamarku, diikuti Minseok dari belakang.
“Eh…ini ulah Minki?” tanyanya, menyentuh punggungku beberapa kali.
Ah, pasti luka.
Aku diam dan mengambil bajuku lalu mengenakannya.
“Ini juga” tanya Minseok lagi, masih berkeliling di sekitarku, kali ini dia menyentuh goresan di pinggangku.
“Sudahlah, ayo berangkat” ajakku setelah aku siap.
“Ya! Ya! Seperti itukah tanggung jawabmu pada kakak seorang gadis yang telah menginap semalaman disini?” tanyanya. Aku berhenti dan melihatnya.
Dia melihatku, menahan senyumnya.
“Kalian melakukannya?”tanya Minseok, aku kembali berjalan keluar flatku.
“Kau sudah melihat buktinya” ucapku pelan.
“Jeongmal! Kalian kembali?” tanyanya lagi, kami berjalan masuk ke dalam lift.
Aku menggeleng.
“Mwo? Sudah kukatakan dia masih mencintaimu kan?” tanya Minseok, aku mengangguk.
“Dia juga mengatakan semalam. Maka dari itu…” aku mengusap leher belakangku.
*****
“Minki ppali!!” ucap Minseok, tak lama dia keluar.
Malam ini kami berencana makan malam bersama. Tiba-tiba saja Minseok mengajakku, tak biasanya.
Aku mendengar suara sepatu berjalan, tapi bukan sepatu yang biasanya di pakai oleh Minki.
Aku melihat ke lantai dua, Minki?
Aku tak dapat mengalihkan pandanganku. Dia…
Dia benar-benar menjadi seperti yang kubayangkan saat itu?
Mengenakan short dress berwarna merah, stiletto berwarna senada dan rambutnya digelung keatas. Satu lagi. Dia memoles wajahnya?
Kenapa tak dari dulu dia seperti ini?
“Xi Luhan” panggilnya, aku menyadarkan diriku dan kembali ke dunia nyata.
“Hei…kau cantik” ucapku, bibirku tak dapat berhenti tersenyum melihat MInki seperti itu.
“Gumawo…ini karena kau sudah merawatku” ucapnya. Hei..itu kata-kataku saat dia merawatku kan.
“aku jemput” ucapku, aku beranjak naik tangga, namun Minki menolak.
“Shiro..jebal” ucapnya. Waeyo?
“Wae?” tanyaku. Dia menunjuk dirinya sendiri, lalu menunjukku. Mengisyaratkanku untuk tetap diam dan dia akan turun.
Aku mengangguk menunggunya turun.
Dia cantik. Astaga! Kenapa dadaku seperti ini? Tak dapat diatur.
Minki mulai menuruni tangga, dia tersenyum cantik.
Tapi tak lama, Minki kehilangan keseimbangannya. Akhirnya tubuhnya jatuh bebas ke tangga turun.
“A!!!” dia berteriak. Ya Tuhan Minki!!
“Minki!!” aku berteriak, menangkap tubuh Minki yang terjatuh.
“Minseok!!!” aku berteriak memanggil Minseok. Tubuhnya yang jatuh bebas sekarang lemas, tak sadarkan diri.
“Minki…sadarlah!!” aku mencoba memanggil Minki, tapi tak ada jawaban dari Minki. Dia menutup matanya, sedangkan hidungnya mulai mengeluarkan darah, juga kening dan beberapa bagian tubuhnya.
Aku mengangkat tubuh Minki, membawanya keluar.
“Minseok, mobilnya” ucapku, Minseok terlihat terkejut dan langsung membuka pintu mobilku.
“Luhan…” “Ani. Diamlah” ucapku, aku tak bisa tenang.
“Luhan, aku yang menyetir. Tenanglah, kau dibelakang” ucapnya. Yah, dia benar.
Aku masuk ke belakang bersama MInki. Aku benar-benar tak dapat tenang.
“Minki” aku memanggilnya lagi, meletakkan kepalanya di pahaku.
“Luhan, tenanglah”ucap Hyunjae mencoba menenangkanku. Tapi tak bisa.
Kami sampai di rumah sakit. Para perawat langsung menangani Minki.
Kami menunggu. Aku benar-benar tak dapat tenang.
“Luhan, duduklah” ucap Minseok, melihatku tak tenang dan terus berjalan melihat ke arah ruangan di mana MInki masuk.
******
Aku masuk ke dalam ruangan Minki. Dia masih tak sadarkan diri.
Kening sebelah kirinya di perban,, begitu juga dengan pergelangan kaki kirinya.
“Kata dokter dia baik-baik saja. Untungnya tak melukai syarafnya” ucap Minseok saat masuk ke dalam ruang rawat Minki. Aku menyeka rambut yang menutupi perbannya.
“Adikku yang malang” ucap Minseok melihat Minki, menggenggam tangan Minki.
“Kau memberitahu padanya tentang ini?” tanyaku, melihat Minki lalu melihat Minseok. Dia menggeleng.
“Ani. Mungkin dia mendengar sewaktu kau berbicara tentangnya” jawab Minseok.
Xi Luhan POV End

Kim Minki PoV
Aku kembali kealam sadarku. Membuka mata dan melihat keadaan sekitar.
Kulihat orang di sebelahku. Orang dengan rambut merah terang. Siapa lagi kalau bukan Luhan?
Ah, ini pasti memalukan sekali. Aku ingin terlihat cantik di depan Luhan, tapi ternyata jatuh tak berdaya seperti ini.
Bodoh sekali!
Aku merasakan Luhan menggenggam tanganku. Benarkah ini?
Xi Luhan.
Bagaimana perasaannya padaku sekarang? Bukankah malam itu aku sudah menyatakan bahwa aku masih mencintainya? Lalu dia?
Aku menggerakkan tangan kananku, mengusap rambut merah terangnya itu.
Dia menggenggam erat tanganku. Luhan bangun?
Tak lama dia melihatku.
“Xi Luhan” panggilku.
“Hei…kenapa Minki…kau baik-baik saja?” tanyanya. Dia terlihat sangat panik. Aku mengangguk.
“Gwenchana” ucapku. Aku menyentuh kepalaku, gatal karena aku mengikat rambut terlalu kencang tadi, tapi Luhan bangun dari tempatnya. Dia melepaskan genggamannya.
“Kenapa Minki?”tanyanya. apa ini? Dia khawatir? Aku tersenyum kecil dan menggeleng.
“Ani. Gatal” ucapku. Dia terlihat salah tingkah.
“Jadi…” ucapku. Ah, bertanya apa aku ini?
“Tentang apa?” tanyanya. Aku menggeleng.
“Kita?” tanyanya lagi. Dia mengerti maksudku?
Luhan kembali menggenggam tanganku, aku melihatnya.
“Aku menganggap sejak malam itu, kita kembali” ucapnya. Benarkah?
“Jinjja?” tanyaku, dia tersenyum kecil dan mengangguk.
Tak lama Luhan mendekatkan tubuhnya dan mengecup bibirku.
Aku tertawa kecil.
“Apa aku terlihat bodoh?” tanyaku, Luhan tertawa. Lalu mengangguk.
“Benarkah?” tanyaku.
“Iya…tapi kau sangat cantik” ucapnya. Aku tersipu. Tentu saja.
“Jeongmal?” tanyaku. Luhan mengangguk.
“Boleh menciumku lagi?” tanyaku. Luhan tertawa. Dia mendekatkan tubuhnya ke tubuhku.
“Boleh…dimana?” tanyanya.
Aku mengerucutkan bibirku, memintanya mencium bibirku.
Luhan menciumku, tapi tak lama pintu kamarku terbuka.
“heiss, ingatlah ini rumah sakit” Minseok masuk ke dalam kamarku dengan Hyunjae.
Luhan bangun dari posisinya dan duduk di sebelahku.
“Kau baik-baik saja?” tanya Minseok. Aku mengangguk. Mencoba bangun, eh? Kakiku?
“Waeyo?” tanyaku, menunjuk kaki kiriku yang di perban.
“Tulangmu tergeser” ucap Minseok.
“Ani, tak apa sayang. akan segera sembuh” ucap Luhan.
“Aigoo!! Sayang” sindir Minseok, membuatku dan Luhan tersipu.
“Jadi…” tanya Minseok, menunjuk kami.
“Ara ara…aku masih mencintai Minki, kami kembali, kakak ipar” ucap Luhan, pada Minseok, dengan setengah membungkuk.
Aku mencintainya.
Xi Luhan.

6 thoughts on “My Lady, don’t cry

  1. Aigoo so sweet Luhan Gege and Minki, stlh awalnya putus dan mempunyai pacar lg namun putus lg mrk berdua msh tetap berteman dan smp akhirnya pd tahap jatuh cinta kembali

Comment please? ( ื▿ ืʃƪ)